Selasa, 10 Januari 2017

DOSEN atau PROFESI?

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sebelumnya, saya ingin menegaskan bahwa ini murni pendapat pribadi. Tidak ada tendensi apapun dalam penulisan kali ini. Ini murni curhatan dan pemikiran pribadi.

Menurut risbang.ristekdikti.go.id, perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Di Indonesia, pergurua tinggi dapat berbentuk aademi, institut, politeknik, sekolah tinggi, dan universitas. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademi, profesi, dan vokasi. Sedangkan program pendidikan diploma (D1, D2, D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis.

Perguruan tinggi di Indonesia ada 2 jenis perguruan tinggi. Yang pertama adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan yang kedua adalah Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Dalam hal ini, saya akan memfokuskan pada PTS saja.

Universitas Malahayati Bandar Lampung

Untuk bisa medirikan dan kemudian menyelenggarakan program pendidikan, PTS harus memenuhi berbagai macam persyaratan. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah tenaga pengajar atau lebih dikenal dengan istilah Dosen. Untuk PTS, syarat minimal jumlah dosen tetap adalah sebanyak 6 orang. Syarat tersebut untuk Program Diploma dan Program Sarjana. Adapun kualifikasi yang harus dipenuhi dari dosen tetap antara lain :
  • 1.      Minimal berijazah Magister, Magister Terapan dengan ilmu yang sesuai dengan program studi yang dijalankan.
  • 2.      Umur maksimal saat diangkat sebagai dosen tetap adalah 58 tahun
  • 3.      Bersedia bekerja penuh waktu selama 40 jam/minggu.
  • 4.      Belum punya NIDN atau NIDK.
  • 5.      Bukan guru yang sudah memiliki NUP.
  • 6.      Bukan PNS.


Dosen Mengajar

Yang ingin saya soroti adalah pada persyaratan dosen tetap PTS pada poin 3. Disebutkan dosen tetap harus bekerja penuh waktu selama 40 jm/minggu. Apabila PTS tersebut menyelenggarakan perkuliahan dari hari Senin-Jumat, maka waktu kerja dosen tetap adalah 8 jam/hari. Dan ini wajib menurut Dikti. Untuk Kopertis Wilayah II, sosialisasi sudah dilakukan. Terakhir pada tanggal 14 Desember 2016 di Hotel Asthon Palembang. Kebetulan saya mengikuti acara tersebut.

Lalu bagaimana dengan seorang dosen yang juga melakukan praktik profesi? Saya menilik dari latar belakang penddikan saya yang seorang apoteker. Didalam Panduan Resertifikasi Kompetensi Apoteker, seorang apoteker wajib melakukan praktik pelayanan kefarmasian (saya singkat yanfar) minimal 2000 jam/5 tahun. Itu artinya sama dengan 400 jam/tahun = 34 jam/bulan = 1,5 jam/hari. Dengan ini jelas sekali standar kompetensi mengatur seorang apoteker untuk praktik tiap hari, senin-minggu, masing-masing 1,5 jam perhari.

Apoteker

Lalu akan muncul pertanyaan (atau lebih tepatnya pernyataan) seperti ini :
Q : Kan bisa dirapel. Misalnya sabtu dan minggu masing-masing 5 jam.
A : seharusnya tidak bisa. Alasannya jelas bahwa yanfar yang paripurna tidak akan tercapai. Karena pasien tidak hanya datang dihari sabtu dan minggu. Bagaimana yang datang pada hari senin-jumat. Butuh apoteker juga kan?

Q : Bisa dengan setelah kerja di kampus, apoteker praktik 1,5 jam dari senin-jumat.
A : Yang ini lebih mungkin dilakukan. Dan lebih manusiawi. Tapi ada syaratnya. Tempat praktik kefarmasian hanya boleh tutup minimal 2 jam setelah apoteker datang. Jadi misa kita pulang dari kampus, kita praktik 1,5 jam perhari. Cukup kan? Cukup. Tapi jelas tidak maksimal. Kenapa? Fisik apoteker yang juga butuh istirahat, waktu pasien berkunjung yang tidak tentu, dan yang pasti tempat praktik profesi harus buka lebih dari 10 jam.

Pejelasan diatas memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tinggal bagaimana menyikapinya.

Sekali lagi, semua hal diatas murni pendapat pribadi. Dari segi dosen, dikti sudah sangat tegas dengan aturannya. Saya pribadi harus memenuhi ketentuan ketentuan diatas. Sebagai seorang apoteker, saya sedikit bimbang. Mungkin opsi kedua lebih mungkin dilakukan. Tetapi apakah pelayanan kefarmasian yang baik dan bertanggung jawab yang selama ini didengungkan dapat tercapai? Saya pribadi mengatakan tidak akan maksimal. Wallahua’lam bishawab.


Nurani saya mengataka, pilih salah satu. Karena keduanya tidak akan sempurna apabila dijalankan bersamaan. Semoga Allah SWT memberikan solusi terbaik untuk hal ini bagi diri saya pribadi. Aamiin.

#Maaf kalo gaya bahasanya kaku dan kurang baik.

1 komentar: